“Guru…” katanya menyapa, “Bulan lalu iklan facebook saya minus puluhan juta, tapi Alhamdulillah secara bisnis, nggak sih. Masih nutup dan profit dari pembelian di marketplace!”
Begitu chat dari seorang murid saya di ujung sana, ratusan kilometer jarak kami, tapi selalu terhubung dengan baik satu sama lain.
Chat itu sejalan dengan yang sering saya bilang belakangan ini kan, ngiklan di facebook itu sudah semakin sulit kalau orientasinya hanya sekedar cuan darisana.
Semakin sulit kalau yang diiklankan adalah produk dari MP, bukan brand sendiri, lalu dinaikkan harganya dan dipasarkan dengan facebook ads, apalagi modalnya kecil.
Karena apa?
Ya karena:
.
[1] Pasar berubah, sudah jarang sekali orang kena iklan di facebook, lalu langsung pesan dan beli. Sekarang, orang orang sudah pintar, ketika kena iklan di sosmed, maka dia akan berselancar di MP mencari produk itu, ada disana nggak. Sebab, di MP bisa gratis ongkir. Dan di MP, biasanya harga juga lebih murah.
[2] Apalagi kalau ternyata pasar yang kita tembak adalah pasar dengan rentang usia 40 tahun ke bawah. Semakin susah. Sebab mereka kaya akan informasi, otaknya penuh sama data yang pernah dia lihat.
[3] Rentang usia ini, kalau belanja, mungkin sebagian besarnya pasti ke MP. Apalagi kalau dia emang orang indonesia barat. Yang notabene nya lebih terbiasa belanja di platform yang memang buat belanja.
[4] Masih bagus iklannya kalau ditembakkan ke indonesia timur, tapi disana mengerikan. Demografi disana, berbeda dengan indonesia barat apalagi jawa.
[5] Jangan bayangkan seperti jawa yang aksesnya gampang. Di luar jawa, di timur dan sumatera misalnya, kalau memang desa, ya dia beneran desa. Dipelosok. Jalanannya jauh, kadang berlumpur, dan berat ditempuh. Itulah kenapa, kadang ada oknum ekspedisi yang males mau mengantarkan.
[6] Sudah cuma 1-2 paket, tapi jauh. Jadi mereka, oknum ekspedisi ini, akhirnya paling pertama menghubungi, “Saya mau mengantarkan paket hari ini, apakah ada di rumah? Tolong sediakan uang sekian ya, buat pembayaran COD.”
[7] Konsumen kita, entah karena sibuk atau apa, lalu pesan itu tidak terbaca. Atau kalaupun terbaca, tapi tidak dibalas. Dalam benaknya mungkin, “Udah sih, anter aja. Nggak perlu konfirmasi segala.”
[8] Di sisi kurir yang mau anter, berbeda. Karena nggak dibales, maka dia pikir, “Ah, mending tunda dulu deh, jauh soalnya. Nanti udah dibawah kesana, eh orangnya nggak ada.”
[9] Kita yang sebagai seller ketar ketir, ini kenapa paket nggak jalan jalan ya. Kalau begini terus, bisa bisa RTS nih. Bisa bisa bayar ongkir nih. Tapi paket kembali. Rugi dua kali. Rugi iklan dan rugi RTS.